Loading...

Di Rakesnas 2019, Dirjen Kesmas Paparkan Strategi Penurunan AKI dan Neonatal


Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, dr. Kirana Pritasari, MQIH ketika  memberikan paparan pada Rakerkesnas 2019 di gedung ICE BSD Serpong

TANGGERANG— Saat Presiden Joko Widodo membuka perhelatan Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) 2019, di gedung ICE BSD, Serpong, pada Rabu (13/2/2019) lalu, mengingatkan kepada seluruh jajaran di Kemenkes bahwa berbagai masalah kesehatan di Indonesia adalah tanggung jawab bersama.

 

"Negara kita besar dengan tantangan dan persoalan yang berbeda. Inilah tanggung jawab bersama untuk menyelesaikan tantangan itu,” kata Jokowi,.

 

Terkait soal itu, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, dr. Kirana Pritasari MQIH, mengingat kembali kepada para peserta Rakernas tentang pesan yang disampaikan Presiden tersebut

 

“Masalah tingginya angka kematian ibu (AKI) tadi bapak Presiden mengingatkan kita semua, para Kepala Dinas Kesehatan provinsi, kabupaten dan kota untuk memberi perhatian pada upaya penurunan angka kematian ibu”, ujar dr.Kirana ketika mengawali paparannya dihadapan lebih dari 2000 peserta rakerkesnas.

Angka kematian ibu sesuai dengan Survey Angka Sensus (Supas) tahun 2015

Untuk strategi akselerasi penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir (BBLR) Dirjen Kesmas paparkan dengan sitematis, mulai dari analisa situasi, kerangka konsp, startegi intervensi hingga peran dan harapan.

 

Situasi saat ini, kata Dirjen, angka  kematian ibu berkisar 305 per 100.000 menurut Survei Angka Sensus(Supas) tahun 2015. Dari 14.640 total kematian ibu yang dilaporkan hanya 4.999, berarti ada 9.641 yang tidak dilaporkan ke pusat. Dari data tersebut, ada 83.447 kematian ibu di desa maupun kelurahan, sementara di Puskesmas ada 9.825 kematian ibu, dan 2.868 kematian ibu di rumah sakit.

 

“Melihat angka-angka ini, masalah kematian ibu memang masih sangat tinggi”, ungkap Dirjen Kirana.

 

Lebih jauh ia paparkan, dari laporan yang diterima pusat bisa dijabarkan tempat kematian ibu yang terjadi, adalah di rumah sakit 77%, di rumah 15,6%, di perjalanan ke fasilitas pelayanan kesehatan 4,1%, di fasilitas kesehatan lainnya 2,5% dan kematian ibu di tempat lainnya sebanyak 0,8%.

Angka kematian neonatal, bayi dan Balita yang turut dipapakan Dirjen Kesmas  pada Rakerkesnas 2019

Sementara itu, data yang dipaparkannya terbaca angka kematian neonatal (AKN) 15 per 1000 KH menurut SDKI tahun 2017. Kematian neonatal di desa/kelurahan 0-1 per tahun sebanyak 83.447, di Puskesmas kematian neonatal 7-8 per tahun sebanyak 9.825, dan angka kematian neonatal di rumah sakit 18 per tahun sebanayak 2.868.

 

Pada kesempatan itu pula, dipaparkan tentang penyabab kematian ibu. Akibat gangguan hipertensi sebanyak 33,07%, perdarahan obstetrik 27.03%, komplikasi non obstetric 15.7%, komplikasi obstetric lainnya 12.04% infeksi pada kehamilan 6.06% dan penyebab lainnya 4.81%. Sementara penyebab kematian neonatal tertinggi disebabkan oleh komplikasi kejadian intraparum tercatat 283%, akibat gangguan respiratori dan kardiovaskular 21.3%, BBLR dan premature 19%, kelhiran kongenital 14, 8%, akibat tetanus neonatorum 1,2%, infeksi 7.3% dan akibat lainnya 8.2%.

Sistem kesehatan dalam uaya penurunan angka kematian ibu dan BBLR

“Dari angka-angka tersebut, ini menjadi prioritas kita untuk kematian di unit pelayanan kesehatan. Bagaimana meningkatkan kwalitas kesehatan tidak hanya di rumah sakit, namun juga di tingkat primer”, tandas Dirjen.

 

Seperti Presiden ingatkan, lanjut Dirjen,  kita jangan sampai ketinggalan dari Laos, Kamboja dan negera asean lainnya. Karena memang kenyataannya kita telah tertinggal dari mereka dalam penanggulangan angka kematian ibu.

 

“Indikator kesejahteraan suatu bangsa salah satunya  diukur oleh angka kematian ibu. Sektor kesehatan memiliki tanggung jawab besar dalam hal ini”, terangnya.

Peran dan harapan dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan neonatal

Lebih jauh, penguatan sistem kesehatan dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir, Dirjen Kirana memaparkan kerangka konsep kesehatan, diantaranya tentang ketersediaan layanan kesehatan yang berkualitas, peningkatan penggunaan layanan, dan pemanfaatan JKN oleh masyarakat. Lainnya yang menjadi tambahan dalam upaya ini, terlaksana PIS PK dan  juga dukungan masyarakat dalam melaksanakan Gerakan masyarakat hidup sehat (Germas).

 

“Dari upaya ini outcomenya adalah derajat kesehatan yang optimal, pelindungan finansial dan equity in financing serta pelayanan kesehatan yang responsive”, papar Dirjen lagi.

Para peserta rakernas dari berbagai dinas kesehatan provinsi kabupaten/kota di Indonesia.

Sementara itu, strategi intervensi yang diterapkannya melalui peningkatan akses pelayanan kesehatan semesta,  peningkatan kualitas pelayanan pemberdayaan masyarakat dan penguatan tatakelola, yang diikuti oleh peningkatan kualitas pelayanan melalui AMP, dan juga sistem informasi yang tersedia saat ini, sepertiSTBM smart, digitalisasi KIA dan e-PPGBM.

 

“Tentu saja, kesemua ini harus didukung peran dinas kesehatan provinsi, kabupaten, dan juga kota”, ujar Dirjen.

 

Peran-peran itu, lanjut Dirjen, seperti pembuatan regulasi dan desiminasi NSPK, perencanaan penempatan dan distribusi SDM kesehatan, penguatan sistem jaringan rujukan, serta penggerakan masyarakat dalam upaya penyelamatan ibu dan bayi baru lahir.

 

Harapannya, lanjut Dirjen lagi,  untuk di fasilitas pelayanan kesehatan, harus ada penjaminan ketersediaan SDM, sarana, obat, alkes, dan vaksin. Memastikan pelayanan Ponek dan Poned, akreditasi dan quality improvement yang berkesinambungan.- (fey)-