Loading...

Pengendalian Stunting di Era Pandemi COVID-19


Jakarta - COVID-19 telah dinyatakan sebagai pandemi dunia oleh WHO dan juga telah dinyatakan sebagai Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana melalui Keputusan Nomor 9A Tahun 2020 dan diperpanjang melalui Keputusan Nomor 13A tahun 2020. Akibat terjadi peningkatan kasus dan meluas antar wilayah, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Nasional Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 2020 yang menetapkan Status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Keputusan tersebut diperbaharui dengan Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran COVID-19 Sebagai Bencana Nasional. Situasi ini tentunya berdampak terhadap kondisi kesehatan masyarakat kita, terutama pada kelompok rentan seperti ibu dan anak.

 

Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI, dr. Kirana Pritasari, MQIH menjadi pembicara kunci pada Seminar Pengendalian Stunting Di Era Pandemi Covid-19 Dan Peran Epidemiolog Dalam Menghadapi New Normal secara virtual yang diselenggarakan oleh Balai Besar Pelatihan Kesehatan Ciloto  pada Senin (8/6).

 

Kita mendapat gambaran bahwa hampir semua daerah yang terkonfirmasi kasus Covid-19 memiliki prevalensi Stunting dan Wasting sedang bahkan tinggi, sehingga penanganan  dan pelayanan kesehatan dan gizi dalam situasi Pandemi Covid-19 menjadi sangat penting untuk mencegah terjadinya masalah gizi yang lebih besar. Intervensi Gizi tetap harus dilakukan dengan mempraktikkan protokol kesehatan saat Pandemi COVID-19 ini, agar zona merah Stuntingdan Wasting tidak semakin parah dan zona Kuning juga zona Hijau tidak menjadi merah.

 

“Dari 260 Kab/Kota Lokus stunting, terdapat 71 Kab/kota yang termasuk Zona Merah dan 61 Kab/Kota Zona Hijau” lanjut dr. Kirana

 

Seperti yang kita ketahui bersama, beberapa penyebab yang mendasari terjadinya masalah gizi adalah ketersediaan/akses pangan baik di tingkat masyarakat maupun di tingkat keluarga serta faktor ekonomi. Pada masa pandemi Covid-19 ini, pelayanan gizi lebih diprioritaskan kepada kelompok balita dan ibu hamil serta menyusui yang berisiko.

 

“Pelayanan gizi tersebut antara lain meliputi:Promosi dan dukungan menyusui, Kampanye gizi seimbang dan perilaku hidup bersih dan sehat, Edukasi dan konseling pada masa Covid-19 tetap harus dilakukan dengan memanfaatkan media seperti telepon, SMS atau WhatsApp group, media cetak dan media sosial, untuk menyampaikan pesan kesehatan dan gizi. Kegiatan inidapat melibatkan semua sektor dan mitra pembanguna, Prioritaskan layanan pada balita gizi kurang dan gizi buruk difasilitas pelayanan kesehatan atau melalui kunjungan rumah, Pemberian makanan tambahan bagi balita Gizi Kurang dan Ibu Hamil KEK, Pemberian suplementasi gizi dan mengawasi donasi/pemberian susu formula” ujar dr. Kirana

 

Dengan tidak beroperasinya atau ditundanya kegiatan posyandu, hendaknya asuhan gizi dilakukan secara mandiri oleh orang tua. Apabila ibu atau pengasuh mengalami kesulitan, ibu bisa berkonsultasi kepada ahli gizi atau tenaga kesehatan atau konselor di fasilitas pelayanan kesehatan melalui media yang dapat mereka akses.

 

Bagi Tenaga Kesehatan, walaupun  memiliki kesulitan dalam memperoleh data gizi balita dan ibu hamil akibat keterbatasan kegiatan di posyandu, tetap dapat melakukan analisis dari data surveilans gizi yang ada saat sebelum masa pandemi. Apabila teridentifikasi anak dengan gizi kurang dan ibu hamil KEK, maka dapat dilakukan pemantauan melalui kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan dan kader melalui perjanjian dengan tetap memperhatikan physical distancing. Sementara untuk anak gizi buruk tetap dilakukan pelayanan tatalaksana gizi buruk oleh Tim Asuhan Gizi.(bgs)