Loading...

MTBS dan ICATT


[caption id="attachment_9051" align="alignleft" width="210"]Buku Bagan MTBS Buku Bagan MTBS[/caption]

Sebagaimana kita ketahui, penyebab utama kematian pada anak balita adalah infeksi (diare, pneumonia, meningitis), padahal kematian akibat infeksi dapat dicegah dengan teknologi sederhana di tingkat pelayanan kesehatan dasar. Salah satu caranya adalah dengan melaksanakan upaya Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di tingkat pelayanan kesehatan dasar. Pada tahun 1993, Bank Dunia melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak malaria, dan malnutrisi.

Seluruh provinsi di Indonesia telah menerapkan MTBS, namun belum semua Puskesmas melaksanakannya, karena masih terbatasnya tenaga kesehatan yang terlatih. Salah satu penyebabnya karena metode pelatihan MTBS ini selain memerlukan waktu yang cukup lama, juga memerlukan modul dan alat penunjang pelatihan.

[caption id="attachment_9053" align="alignright" width="231"]ICATT ICATT, software inovatif untuk mempelajari MTBS dengan komputer[/caption]

Kementerian Kesehatan bersama WHO telah mengembangkan suatu software inovatif untuk mempelajari MTBS dengan komputer secara mandiri yaitu IMCI Computerized Adaptation and Training Tools (ICATT). Hal ini merupakan alternatif metode pelatihan untuk meningkatkan jumlah petugas yang terlatih MTBS. Metode pelatihan MTBS dengan sistem komputerisasi ini lebih praktis, karena hanya dengan 3 kali pertemuan sehari penuh dengan tutor, dengan interval waktu 1 bulan, peserta hanya dibekali software ICATT serta buku bagan MTBS  (tidak perlu 1 set modul lengkap), peserta pelatihan dapat belajar secara mandiri dan praktek klinik ditempat kerjanya masing-masing. Metode pelatihan MTBS dengan komputerisasi ini, telah diujicobakan di Kabupaten Cianjur dan Sukabumi.

Mengingat pelatihan MTBS dengan menggunakan metode ICATT ini masih baru,  Kementerian Kesehatan bersama-sama WHO dan FKMUI melakukan penelitian untuk membandingkan hasil pelatihan MTBS dan ICATT di Provinsi Jawa Barat, penelitian ini dilaksanakan di 10 kabupaten. Dari 10 kabupaten ini, lima kabupaten dipilih secara acak untuk menjadi kelompok intervensi (yang dilatih dengan menggunakan metode ICATT) adalah Kabupaten Cirebon, Tasikmalaya, Sumedang, Bandung, Indramayu. Lima kabupaten yang terpilih untuk menjadi kelompok kontrol yang akan dilatih MTBS dengan metode konvensional adalah Kabupaten Cianjur, Garut, Bogor, Majalengka dan Ciamis.

Dari penelitian tersebut diketahui bahwa tidak ada perbedaan peningkatan kemampuan tenaga kesehatan dalam manajemen balita sakit baik yang mendapatkan pelatihan MTBS konvensional maupun ICATT, kecuali dalam kemampuan menilai pemberian makanan, tenaga kesehatan yang mendapatkan pelatihan MTBS konvensional memiliki kemampuan yang lebih baik. Dalam hal biaya, biaya yang dikeluarkan per peserta dalam ICATT 30% lebih sedikit dibandingkan pada pelatihan MTBS konvensional. Walaupun demikian, sebagian besar tenaga kesehatan yang mendapatkan pelatihan ICATT merasakan kesulitan baik dalam instalasi maupun operasional ICATT. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat direkomendasikan bahwa walaupun ICATT lebih efisien dan memberikan hasil yang sebanding dalam peningkatan kemampuan tenaga kesehatan, implementasi ICATT sebagai salah satu metode pelatihan MTBS sebaiknya disesuaikan dengan kemampuan daerah dan tenaga kesehatan.