Loading...

Sinergi Cegah Stunting Sejak Usia Pra Nikah


Jakarta - Sebagaimana yang diamanatkan presiden, penurunan prevalensi stunting pada tahun 2024 ditargetkan mencapai 14%. Untuk mewujudkannya, Kementerian Kesehatan dan instansi lainnya tidak dapat berjalan sendiri-sendiri, dibutuhkan sinergi dari tiap instansi dan tentunya partisipasi aktif masyarakat.

Namun disayangkan bahwa masih ada masyarakat yang belum paham tentang stunting itu sendiri dan dampaknya di masa mendatang. Pada Rabu, 29 Maret 2022 Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat - dr. Endang Sumiwi bersama dengan Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga, BKKBN - Nopian Andusti, SE. MT berkesempatan berbagi informasi dengan para pendengar Radio KBR di seluruh Indonesia melalui acara Ruang Publik KBR dengan tema “Edukasi Bagi Calon Pengantin untuk Wujudkan Generasi Bebas Stunting”. 

Stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak dapat dicegah sejak dari usia pra nikah bahkan remaja. Oleh karena itu dibutuhkan edukasi dan screening sejak dini agar dapat mengetahui apakah remaja maupun calon pengantin mempunyai faktor risiko terjadinya stunting pada anaknya. 

Dalam peraturan presiden tentang pencegahan dan penurunan stunting, diamanatkan bahwa calon pengantin atau remaja usia subur harus mendapatkan pemeriksaan kesehatan dan pendampingan selama 3 bulan serta bimbingan perkawinan yang didalamnya terdapat materi pencegahan stunting. Berdasarkan hal tersebut, sinergi juga dilakukan BKKBN bersama dengan Kementerian Agama dengan menghadirkan program Pendampingan, Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan dalam Tiga Bulan Pra-Nikah. 

Selain memberikan edukasi bagi calon pengantin, Kementerian Kesehatan juga sudah mulai memberikan edukasi tentang pencegahan stunting pada usia remaja di sekolah-sekolah. Edukasi yang dilakukan melalui UKS, gerakan minum Tablet Tambah Darah (TTD) bersama di sekolah, aktivitas fisik bersama yang rutin dilakukan di sekolah, serta pendidikan atau materi kesehatan reproduksi agar siap pada masa reproduksi nantinya dan mencegah kehamilan beresiko namun belum seluas dan spesifik yang diinginkan. 

Ada tiga hal yang perlu kita takutkan dari stunting yaitu, perkembangan kognitif atau perkembangan otak serta perkembangan fisik yang di bawah rata-rata, dan penyakit tidak menular yang dimiliki di kemudian hari. Direktur Jenderal Kesmas juga menambahkan, “... padahal kita ingin memanfaatkan bonus demografi, jangan sampai justru pada saat kita punya angkatan kerja yang paling banyak, ini bukan angkatan yang kualitasnya paling baik, ini yang ingin kita kejar.” 

Untuk itu masyarakat dapat mencari informasi dan jawaban seputar stunting melalui layanan yang sudah disediakan Kementerian Kesehatan seperti ke Halo Kemkes di nomor 1500 567 dan melalui aplikasi MKIA yang bisa diunduh di playstore. 

Stunting adalah masalah kualitas SDM bangsa, berbagai instrumen sudah diberikan pemerintah, kesadaran dan proaktif dari masyarakat tentu sangat dibutuhkan agar bersama-sama kita bisa mencegah stunting di Indonesia. (ma)