Loading...

Riset dan Pengembangan Integrasi Modul GIS pada Aplikasi KARTINI versi 3 (web version) - Andy Yussia


1. PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

  Sistem Informasi Kesehatan (SIK) memiliki peranan vital guna menjamin data kesehatan tersedia untuk keperluan operasional maupun sebagai input kebijakan strategis. Walaupun kebijakan berbasis fakta disadari demikian penting, Sistem Informasi Kesehatan di banyak negara berkembang masih dijumpai memiliki banyak kekurangan, terfragmentasi dan seringkali hanya berfokus pada area-area terlalu spesifik. Kelemahan-kelemahan yang dijumpai berkisar pada level operasional baik dari segi metodologi pendataan/koleksi data, inkonsistensi, hingga ke rendahnya kualitas data. Kendala yang sama juga muncul manakala kebutuhan spasial diterapkan guna mendukung analisa dan proses-proses pengambilan kebijakan. Software GIS masih dianggap cukup kompleks serta belum ditemukannya kaitan langsung terapan terhadap upaya peningkatan derajat kesehatan.

Sekilas Feedback Implementasi

Ada beberapa hal menarik yang didapat dari beberapa kegiatan sosialisasi kartini dan terapan pilot project aplikasi pemetaan PWS KIA (Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak) berdasarkan progress report AIPMNH (Australia Indonesia Partnership for Maternal & Neonatal Health) bulan Juli-Desember 2012. Termasuk salah satu feedback yang diperoleh dalam alur proses Lokakarya Perencanaan DTPS KIBBLA.  Pada empat lokakarya yang melibatkan tim perencana dari tujuh  kabupaten (Manggarai Barat, Manggarai, Ngada, Ende, Sikka, Sumba Barat, Sumba Timur) dan satu kota (Kota Kupang), diperkenalkan suatu gagasan dan metode Geomedis Kesehatan. Gagasan ini berangkat dari kesadaran bahwa permasalahan kesehatan tidak bisa diselesaikan secara parsial seperti hanya dengan memusatkan perhatian pada teknis medis, namun perlu ditempatkan sebagai bagian dari pergerakan sistem yang besar: geografi, sosial, budaya, dan lain-lain. Dengan pandangan semacam ini dapat terlihat jelas berbagai aspek yang ikut berperan saat sebuah masalah kesehatan timbul.  Kesakitan dan kematian ibu mungkin dapat disebabkan kelalaian tenaga kesehatan, namun tidak menutup kemungkinan diakibatkan oleh rentetan sebab lainnya. Seperti, aksesibilitas yang buruk (jalan rusak dan sulit), ketiadaan layanan listrik (banyak alat medis yang perlu tenaga listrik untuk dapat berfungsi optimal), ketiadaan air bersih dan sanitasi yang tidak sehat, aturan adat yang mengekang dan old-fashioned, pengambilan keputusan yang lambat, praktek dukun kelahiran yang mengabaikan prinsip-prinsip  kesehatan dan pertolongan kelahiran, hingga kebijakan yang keliru dan tidak tepat. Akar permasalahan yang sama juga berlaku untuk permasalahan bayi dan balita. Khusus untuk masalah kematian balita, berbagai kemungkinan penyebab diatas mungkin dapat ditambah lagi dengan penyakit atau kerawanan pangan yang tentunya memerlukan tindak lanjut/tanggapan lintas-fungsional berbagai instansi dan organisasi. Ringkasnya, permasalahan kualitas data serta belum tersedianya alat yang memberikan gambaran utuh persoalan kesehatan disadari masih merupakan kendala terbesar. Gagasan Geomedis mencoba memberikan alat bantu melalui angka-angka termasuk visual peta untuk memperluas pandangan ruang tim perencana dalam mengkaji permasalahan.  

1.2 TUJUAN DAN SASARAN

  Kegiatan ini berupaya menguji imbas terapan satu perangkat koleksi data di lapangan yang sekaligus disertai tool/utility pemetaan.  Disamping sebagai alat bantu visual pendataan daerah, aplikasi diharapkan mampu menjembatani proses-proses integrasi data baik pada simpul-simpul data daerah hingga ke basis data di pusat. Secara spesifik, kegiatan ini diarahkan untuk:
  1. Membentuk modul GIS/pemetaan terintegrasi pada aplikasi Kartini yang dapat digunakan untuk menyimpan, menampilkan dan menghubungkan data spasial untuk keperluan analisa lebih lanjut.
  2. Mengembangkan/menyempurnakan alur penyajian dan pengolahan guna menyesuaikan aplikasi terhadap model  data baru.
  3. Mendukung implementasi roadmap Sistem Informasi Kesehatan (SIK) Nasional mengenai integrasi data.
 

1.3 HASIL YANG DIHARAPKAN

  Hasil akhir atau keluaran dari kegiatan adalah berupa aplikasi Kartini berbasis web yang dilengkapi dengan aplikasi pemetaan.  Keseluruhan aplikasi kemudian dapat didownload atau didistribusikan melalui disk. Spesifikasi output yang disertakan pada akhir kegiatan adalah: Portable Dashboard yang didisain sebagai portable web server yang memungkinkan aplikasi utama yakni Kartini v3 serta aplikasi-aplikasi pendukung termasuk web server berjalan dalam mikro-environment.

 gambar1

Gambar: Mini environment aplikasi yang dikemas dalam bentuk dashboard terintegrasi

Modul pemetaan yang diintegrasikan memiliki spesifikasi sebagai berikut:
  1. Modul peta dapat tetap bekerja secara offline melalui mekanisme caching. Aplikasi dapat juga menerima format raster/bitmap standar yang dimiliki daerah. Format-format ini biasanya tersedia dalam format seperti GeoTIFF, ERDASImg, MrSID, ArcGrid, ataupun format-format gambar lain bergeoreferensi.
  2. Database yang disertakan adalah database dengan kemampuan spasial (spatially-enabled database) yakni PostgreSQL+PostGIS.
  3. Format data vektor yang digunakan adalah format data standar (OGC compliant format). Ini dimungkinkan dengan pemilihan database yang disebutkan. Vektor data dapat disimpan ke dan diambil dari database dalam format standar dengan spektrum luas antara lain *.shp (ESRI), *.mif/tab(MapInfo), *.kml (GoogleEarth/Map) dll
  4. Penggunakan OGC compliant web mapping server yakni Geoserver dalam fungsinya sebagai jembatan antara data dan aplikasi client.
Paket dashboard tersusun dari beberapa komponen pendukung antara lain: gambar2 Keseluruhan paket dikemas kedalam aplikasi portable dengan penyertaan utility pendukung yang dapat digunakan untuk menambah produktivitas. Paket kemudian dapat dikelola oleh individu-individu terlatih guna melakukan pembentukan serta manajemen data baik spasial maupun data relasional. Data yang terbentuk nantinya melalui mekanisme yang dibuat, dapat digunakan kembali oleh administrator/sistem integrator di pusat, baik itu untuk mengupdate data maupun digunakan sebagai arsip. Data hasil pengolahan pemetaan akan disajikan dalam 2 jenis: A.   Penyajian (display) pemetaan dalam bentuk point (titik koordinat), terdiri dari :
  1. Titik koordinat/point ibu hamil yang dibedakan menjadi ibu hamil sehat, ibu hamil dengan risiko sedang dan ibu hamil dengan resiko tinggi. Pembagian tersebut berdasarkan metode skoring Puji Rochyati. Point Ibu hamil dideskripsikan sebagai berikut:
  • Ibu hamil sehat digambarkan dengan icon warna hijau.
  • Ibu hamil dengan risiko sedang digambarkan dengan icon warna kuning.
  • Ibu hamil dengan risiko tinggi digambarkan dengan icon warna merah.
  1. Titik koordinat/point Ibu Nifas yang dibedakan menjadi Ibu Nifas sehat dan Ibu Nifas dengan Komplikasi. Point Ibu nifas dideskripsikan sebagai berikut:
  • Ibu nifas sehat digambarkan dengan icon warna hijau.
  • Ibu nifas dengan komplikasi digambarkan dengan icon warna merah.
  1. Titik koordinat/point Bayi Baru Lahir yang dibedakan menjadi bayi baru lahir sehat dan bayi baru lahir dengan risiko tinggi/komplikasi. Point bayi baru lahir dideskripsikan sebagai berikut:
  • Bayi baru lahir sehat digambarkan dengan icon warna hijau.
  • Bayi baru lahir dengan risiko tinggi/komplikasi digambarkan dengan icon warna merah.
  1. Titik koordinat/point Bayi Baru Lahir yang dibedakan menjadi bayi baru lahir sehat dan bayi baru lahir dengan risiko tinggi/komplikasi. Point bayi baru lahir dideskripsikan sebagai berikut:
  • Bayi sehat digambarkan dengan icon warna hijau.
  • Bayi dengan gizi kurang/buruk digambarkan dengan icon warna merah.
  1. Titik koordinat/point Anak Balita Gizi Buruk dideskripsikan dengan icon warna merah.
  2. Titik koordinat lokasi Kematian Balita dideskripsikan dengan icon warna merah.
  3. Titik koordinat lokasi Kematian Ibu dideskripsikan dengan icon warna merah.
  4. POI/Point of Interest seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Dokter dan Bidan praktek, Apotik dan lain-lain.
B.  Penyajian (display) pemetaan dalam bentuk tematik/warna untuk data indikator kesehatan PWS KIA sebagai berikut :
  1. Area wilayah kerja Puskesmas/Desa dengan warna merah maroon untuk capaian indikator < 25%.
  2. Area wilayah kerja Puskesmas/Desa dengan warna merah untuk capaian indikator 25% - 50%.
  3. Area wilayah kerja Puskesmas/Desa dengan warna kuning untuk capaian indikator 50% - 75%.
  4. Area wilayah kerja Puskesmas/Desa dengan warna hijau untuk capaian indikator > 75%.
Indikator PWS KIA yang disajikan dalam peta tematik adalah: K1, K4, Pn, PK, Deteksi Risti oleh Masyarakat, KF, KN1, KN Lengkap, Neonatus Komplikasi Ditangani, Yankes Bayi, Yankes Anak Balita dan Peserta KB Aktif.  

2. KERANGKA PENGEMBANGAN

Arsitektur Makro

  Dalam kerangka integrasi data, sering disebutkan topik mengenai standarisasi, kodifikasi maupun API (Application programming Interface) sebagai protokol standar komunikasi antara data dan aplikasi. Hal tersebut diperlukan akibat terbentuknya simpul-simpul data di beberapa tempat serta beragamnya aplikasi kesehatan yang dikembangkan daerah. Roadmap aksi penguatan sistem informasi kesehatan nasional yang diterbitkan dalam bentuk KEPMENKES No.1921 merupakan hasil evaluasi Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan mengenai konsep integrasi SIK melalui perangkat Health Metrics Network2 (HMN-WHO).  Biasanya ada banyak domain yang masing-masing merupakan bagian dari keseluruhan arsitektur sistem informasi3 dalam hal ini SIK. Namun secara umum dikenal 4 jenis layer dari berbagai pemodelan yang dapat digunakan oleh pengembang maupun implementator sebagai panduan: gambar3 Adalah penting untuk mendefinisikan lingkup awal saat membangun keseluruhan arsitektur, sistem informasi. Batasan memungkinkan pendefinisian prioritas agar masing-masing domain secara bertahap dapat dilalui dengan mantap dan secara struktural mendapatkan hasil progressif.  Walaupun layer data dan aplikasi tidak dapat dipisahkan, tulisan ini mencoba memberikan batasan dari satu sisi yakni lapisan aplikasi agar dapat melihat kerangka kegiatan dalam arsitektur besar. Sebagaimana dipahami, aplikasi Kartini sebagai ujung tombak pendataan di lapangan pada prinsipnya didisain sedemikian rupa dengan model data agar mampu menjaring informasi kesehatan daerah. SIKDA (Sistem Informasi Kesehatan Daerah) kemudian oleh Kementerian Kesehatan diposisikan sebagai sarana agregasi data dengan panduan penyusunan indikator-indikator kesehatan yang sudah distandarisasi secara nasional. Agregasi dan kompilasi data oleh SIKDA ataupun aplikasi-aplikasi yang dikembangkan oleh pihak ketiga sebagai alat simpul agregasi daerah wajib diterbitkan oleh dinas kesehatan dalam bentuk informasi profil kesehatan Kabupaten/Kota. Data profil kesehatan Kabupaten/Kota tersebut pada proses selanjutnya kemudian di-integrasikan ke dalam basis data kesehatan di pusat dengan skalabilitas hingga akhirnya dikenal sebagai SIK ditingkat nasional. Keseluruhan proses pooling informasi ini pada beberapa titik masih membutuhkan sejumlah revitalisasi, termasuk aplikasi Kartini yang dalam proposal, ditulis dalam versi ke 3 dengan tema penyempurnaan metodologi pendataan (leveraged-metodology) melalui penambahan modul pemetaan/GIS. Saat tulisan ini dibuat, inisiatif sudah dilakukan Ditjen Bina Gizi dan KIA melalui penempatan server GIS di Kantor Pusat. Server saat ini berada dalam kondisi online dengan konfigurasi/setup minimum. Walaupun demikian server sudah dapat diakses untuk keperluan prototyping dan modelling. Aplikasi komunikasi data termasuk NMCHIM (Nutrition Maternal and Child Health Indikator and Mapping) kemudian dikembangkan agar dapat mengintegrasikan berbagai macam angka-angka derajat kesehatan yang ada  kedalam suatu bentuk dashboard visual yang memudahkan pengguna agar lebih mampu "membaca" data. Aplikasi memanfatkan model arsitektur yang kurang lebih serupa dengan model mini arsitektur dashboard. Database di server pusat adalah cluster dari beberapa model data dan di tempatkan pada beberapa server terpisah untuk load balance/membagi beban. Aspek spasial ditambahkan untuk mendukung proses data-mining oleh pengambil kebijakan. Pada titik ini perlu diketahui, bahwa dari 63 tabel profil kesehatan berformat Microsoft Excel yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan sebagai pedoman penyusunan profil kesehatan Kabupaten/Kota,  45 diantaranya yakni sekitar 71.4% memiliki asosiasi wilayah. Konfigurasi spasial tersebut juga dimaksudkan untuk mengakomodasi kedinamisan perkembangan data daerah semisal adanya pemekaran wilayah, pembangunan sarana-prasarana kesehatan dan lain-lain. Konsep integrasi yang berusaha dicapai menyangkut beberapa aspek terutama kodifikasi dan standarisasi model data. Masing-masing simpul data kemudian di konfigurasi dengan aplikasi yang dikembangkan dan dapat saling berbagi melalui API (Application Programming Interface), publikasi feed dengan beragam format yang dapat ditransmisikan jaringan baik melalui transfer simple text, json atau xml. gambar4

Gambar: Dashboard data indikator kesehatan nasional  dengan database spasial yang ditampilkan melalui aplikasi NMCHIM (Nutrition Maternal Child Health Indicator and Mapping)

 

Arsitektur Mikro

  Basis pengembangan Aplikasi Kartini V3 tetap mengacu pada kerangka integrasi termasuk mengikuti model data, struktur dan kodifikasi standar. Revitalisasi pada aplikasi kartini pada saatnya perlu diterapkan juga pada aplikasi-aplikasi simpul pendataan seperti SIKDA generik agar hambatan integrasi vertikal ke basis data kesehatan nasional berlangsung dengan hambatan minimal. Berbeda dengan arsitektur aplikasi dengan lingkup bahasan antar aplikasi, ulasan arsitektur mikro lebih ke arah detil teknis struktural pada sebuah aplikasi. Kartini hingga ke versi terakhir memanfaatkan teknik disain aplikasi dengan pola MVC (Model-View-Controller). MVC memberikan definisi yang tegas antara data (model), user-interface (view), serta bagaimana user berinteraksi terhadap aplikasi (controller). MVC akan lebih memudahkan pemeliharaan dan pengembangan aplikasi kedepan. Ketegasan definisi tersebut kemudian dalam teknis program diimplementasikan dengan jalinan loosely-coupled. Yaitu teknik bagaimana membuat ketiga elemen tetap terhubung melalui interaksi controller tanpa mengubah struktur data (model) baik dengan penambahan maupun pengurangan tampilan UI/user-interface(view). gambar5

Gambar: Contoh form input data pada Kartini V3.0 (development snapshot)

Kegiatan berusaha menyempurnakan metodologi penyajian aplikasi (leveraged-metodology) yakni penambahan modul GIS dengan harapan mampu menyajikan komposisi angka-angka disertai alat bantu visual peta. Penambahan modul GIS dalam konteks MVC dapat berarti penambahan modul dan dapat pula berarti pengembangan tool pengayaan berupa aplikasi dengan sifat komplementer terhadap aplikasi utama namun tetap mengakses model data yang sama. Disamping pendataan tabular, aplikasi Kartini dengan modul GIS diharapkan mampu mendata atau memelihara  obyek kajian kesehatan secara spasial. Obyek-obyek yang dimaksud dibedakan menjadi 2: A. DATA DASAR
  1. Data administrasi wilayah terutama desa dan kecamatan termasuk pemeliharaan jika pada wilayah terjadi pemekaran
  2. Infrastruktur Kesehatan (Fasilitas dan Sarana kesehatan): Puskesmas dan jaringan puskesmas, Rumah Sakit, Apotik dan lain-lain
  3. Wilayah kerja Puskesmas
 B. KAJIAN KHUSUS KESEHATAN
  1. Titik koordinat/point ibu hamil yang dibedakan menjadi ibu hamil sehat, ibu hamil dengan risiko sedang dan ibu hamil dengan resiko tinggi.
  2. Titik koordinat/point Ibu Nifas yang dibedakan menjadi Ibu Nifas sehat dan Ibu Nifas denganKomplikasi
  3. Titik koordinat/point Bayi Baru Lahir yang dibedakan menjadi bayi baru lahir sehat dan bayi baru lahir dengan risiko tinggi/komplikasi
  4. Titik koordinat/point Bayi yang dibedakan menjadi bayi sehat dan bayi gizi kurang/buruk
  Keseluruh obyek spasial kesehatan tersebut kemudian didisain agar dapat memiliki simbologi khusus untuk memudahkan identifikasi.

Pemilihan Teknologi

gambar6

Gambar: Komponen dan lapisan teknologi modul GIS dalam arsitektur aplikasi dashboard Kartini v3.0

Lapisan data: Implementasi saat ini memanfaatkan database opensource PostgresSQL+ Ekstensi PostGIS  untuk mengakomodasi kebutuhan manajemen Lapisan Tengah: Server yang memproses format standar spatial. Pada lapisan ini proses rendering dilakukan server agar format data dapat dikonsumsi oleh lapisan depan. GeoServer dipilih karena beberapa alasan kunci: bersifat open source, dukungan terhadap implementasi OGC (Open GIS Consortium) untuk beberapa fitur kunci standar pemetaan semisal protokol WMS (web mapping service) yang memungkinkan aplikasi client melakukan overlay dari beberapa sumber data, serta adanya fitur antarmuka/UI untuk memudahkan pengelolaan data spasial yang hendak dikonsumsi. Pada gambar diatas, skenario teknologi memungkinkan interoperatibilitas data antar aplikasi dikarenakan data dasar/spasial dapat dikonversi  dari/ke format baku yang sering digunakan oleh aplikasi pengolah data spasial. Format vektor data spasial yang digunakan adalah ESRI *.shp, MapInfo *.tab atau format serupa yang tetap dapat di kelola oleh operator melalui aplikasi yang berkaitan. Modul GIS terintegrasi pada kartini juga dikembangkan agar dapat berfungsi tanpa koneksi internet. Khusus untuk data dasar raster/bitmap, aplikasi memanfaatkan mode caching untuk mengakses pecahan gambar (tiles). Teknik streaming tiles semacam ini biasa digunakan aplikasi-aplikasi pemetaan berbasis web untuk menampilkan peta dasar. Adanya server spasial kesehatan nasional bahkan memungkinkan aksesibilitas data saat berada pada kondisi online. Aplikasi kemudian dapat didisain agar dapat mengakses katalog data spasial di server pusat untuk melihat layer-layer spesifik kesehatan ataupun layer-layer lain. Tidak hanya itu, standarisasi data juga memungkinkan layer-layer pengayaan melalui server-server penyedia layanan publik WMS/WFS ditampilkan pada modul GIS aplikasi kartini.  

3. PENUTUP

  Permasalahan kualitas data serta belum tersedianya alat yang memberikan gambaran utuh persoalan kesehatan disadari masih merupakan kendala.  Kegiatan ini berupaya menguji imbas terapan satu perangkat koleksi data di lapangan yang sekaligus disertai tool/utility pemetaan.  Disamping sebagai alat bantu visual pendataan daerah, aplikasi diharapkan mampu menjembatani proses-proses integrasi data baik pada simpul-simpul data daerah hingga ke basis data di pusat.  

4. REFERENSI

  1Kepmenkes NOMOR 192/MENKES/SK/VI/2012 Tentang Roadmad Rencana Aksi Penguatan Sistem InformasiKesehatan 2 The Health Metrics Network Framework 2nd Edition, January 2008. https://www.who.int/healthmetrics/en/ 3The Open Group Architecture Framework (TOGAF) Version 8.1.1, Enterprise Edition, April 2007.  www.opengroup.org/